Selasa, 27 Desember 2011

Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani

Buku Baru: "GAMPANG-GAMPANG SUSAH MENGORGANISASIKAN PETANI: Kajian Teori dan Praktek Sosiologi Lembaga dan Organisasi". Penerbit IPB Press, Bogor. Desember 2011 (sedang proses percetakan)



Kata Pengantar

Satu kekacauan yang terus berlangsung, namun akrab digeluti tiap hari adalah tentang penggunaan konsep dan teori ”lembaga” dan ”organisasi”. Kekacauan ini tidak hanya berlangsung di kalangan pemerintah, mulai dari Menteri sampai penyuluh pertanian; namun juga di kalangan akademisi. Bahkan, di luar sana, pada dunia internasional, hal ini juga terjadi. Konsep ”institution” dan ”organization” baru dua puluh tahun terakhir saja mulai dibedakan secara tegas. Sejak dulu, kedua objek ini tidak pernah clear. Sebagian menggunakan secara timbal balik (intercangeable), sebaguan menganggap sama, atau sebagian tidak sadar menggunakan konsep yang mana untuk pengertian apa.

Semenjak tahun 1992, di PSEKP telah dibentuk Kelompok Peneliti Kelembagaan dan Organisasi Pertanian. Beberapa orang peneliti sosiologi di dalam kelompok ini telah berupaya keras untuk merumuskan konsep, menjalankan penelitian, dan menulis laporan serta menyusun rekomendasi tentang bagaimana semestinya membangun petani dan pertanian melalui pendekatan bidang ilmu ini. Cukup besar harapan yang ditumpangkan pada kelompok ini.

Setelah belasan kali penelitian dijalankan, berbagai seminar dan diskusi digelar, serta beberapa dokumen disusun; buku ini berupaya merangkum seluruh perkembangan yang telah dijalankan, dan tugas yang sudah ditunaikan. Sejajar dengan perkembangan yang juga berlangsung paralel di dunia internasional; maka Kami merasa penting untuk menyusun buku ini sebagai bentuk tanggung jawab kepada negara yang telah memberi sekian milyar dana penelitian, kepada petani dan narasumber yang telah rela diwawancara, dan publik yang telah lama menanti-nantikan.

Inilah, sebuah buku yang disusun dengan segala daya yang ada mudah-mudahan bisa bermanfaat untuk semua. Buku ini dapat juga disebut sebagai ”penebusan dosa” saya selama ini dalam berbagai tulisan yang sering juga membuat bingung para publik pembaca. Pada banyak tulisan saya sebelumnya, termasuk tulisan-tulisan orang lain yang saya edit, penggunaan kedua konsep tersebut tidak sebagaimana dalam buku ini.

Penggunaan istilah ”institution” pada literatur berbahasa Inggris, ataupun istilah ”lembaga” dan ”kelembagaan” dalam literatur berbahasa Indonesia cenderung tidak konsisten dan tidak memperoleh pengertian yang sama antar ahli. Selain itu, penggunaan konsep ini seringkali bercampur dengan konsep ”organization”. Hal yang sama juga terjadi pada literatur berbahasa Indonesia, antara istilah ”lembaga, ”kelembagaan” dan ”organisasi”. Kekeliruan yang paling sering adalah menerjemahkan ”institution” menjadi ”kelembagaan”, sedangkan ”lembaga” dimaknai persis sebagai ”organisasi”.

Berdasarkan penelusuran referensi yang berkembang, semenjak era sosiologi klasik sampai dengan munculnya paham kelembagaan baru (new institionalism), maka ada tiga bagian pokok yang ada dalam lembaga, yaitu aspek normatif, regulatif, dan kultural-kognitif. Pendekatan kelembagaan dipandang lebih sesuai untuk organisasi dalam masyarakat (public sector organizations) karena lebih sensitif terhadap harapan normatif dan legitimasi.

Buku ini menjadi penting, karena sampai saat ini, konsep dan strategi pembentukan dan pengembangan berbagai organisasi di level petani misalnya (kelompok tani, koperasi, Gapoktan, dan lain-lain), belum memiliki konsep yang berbasiskan kepada kebutuhan dan kemampuan petani itu sendiri, namun bias kepada kebutuhan pihak “atas petani”. Untuk itu, buku ini berupaya memberikan peringatan dan arahan kepada semua pihak khususnya bagaimana organisasi yang aplikatif untuk untuk menjalankan agribisnis.

Selama Bimas, pengembangan organisasi menggunakan konsep cetak biru (blue print approach) yang seragam. Hal ini cenderung menghasilkan kegagalan. Pengembangan organisasi di tingkat petani cenderung parsial dan temporal. Ke depan, setidaknya perlu diperhatikan tiga aspek dalam pengembangan kelembagaan petani (tidak sekedar organisasi), yaitu konteks otonomi daerah, prinsip-prinsip pemberdayaan, dan kemandirian lokal.

Buku ini menggunakan bahasa yang poluler dan disusun secara sederhana sehingga mudah dipahami oleh berbagai kalangan, tidak hanya komunitas ilmiah (dosen dan peneliti), tapi juga kalangan birokrasi dan pelaksana di lapangan. Pihak yang akan memperoleh manfaat terbesar dengan membaca buku ini adalah kalangan yang bergerak dalam pembangunan pertanian dan pedesaan secara langsung yaitu para penyuluh pertanian dan kalangan penggiat di NGO misalnya; serta kalangan penyusun perencanaan dan pengambil kebijakan di tingkat nasional dampun lokal.

Bahan berasal dari berbagai literatur berupa buku, jurnal maupun hasil penelitian (termasuk penelitian penulis sendiri) berkenaan dengan pengembangan organisasi-organisasi di tingkat petani.Untuk memahami berbagai pengetahuan terbaru tentang bidang ini, dilakukan review dengan mengandalkan literatur dari luar. Sementara untuk kasus-kasus, digunakan hasil-hasil riset di Indonesia ditambah kasus lain yang dipandang mirip dengan konteks sosial ekonomi dan kultur petani Indonesia.

Bogor, Desember 2011
Penulis

(Syahyuti)



Daftar Isi

Bab I. Pendahuluan

Bab II. REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI
Subbab 2.1. Ketidakkonsistenan konsep di level akademisi
Subbab 2.1. Ketidakkonsistenan Istilah dalam Produk Legislasi Pemerintah
Subbab 2.3. Perumusan istilah dan rekonseptualisasi “lembaga dan organisasi” yang lebih operasional
Subbab 2.4. Pendekatan Kelembagaan Baru
Subbab 2.5. Konsep dan Teori Organisasi, serta Interaksinya dengan Kelembagaan

Bab III. KONDISI DAN PRAKTEK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI
Subbab 3.1. Strategi dan Pola Pengembangan Organisasi Petani di Indonesia
Subbab 3.2. Intervensi negara berupa organisasi formal dan ”perlawanan” petani.
Subbab 3.3. Pengaruh Kultur Pasar Dalam Pembentukan Organisasi Petani
Subbab 3.4. Lokalitas dan Kemandirian
Subbab 3.5. Organisasi untuk Pemenuhan Permodalan
Subbab 3.6. Organisasi untuk menjalankan pemasaran
Subbab 3.7. Penyuluhan untuk Membentuk dan Menggerakkan Organisasi
Subbab 3.8. Pengorganisasian Petani untuk Kegiatan Anti Kemiskinan
Subbab 3.9. Mengorganisasikan Perempuan Petani

Bab IV. KUNCI-KUNCI PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI
Subbab 4.1. Faktor Waktu serta Pilihan Organisasi dan Konfigurasi Organisasi
Subbab 4.2. Pengembangan Gapoktan sebagai Intergroup Associaton
Subbab 4.3. Koperasi sebagai Organisasi Multiperan Untuk Petani Kecil
Subbab 4.4. Berbagai pertimbangan yang digunakan petani untuk berpartisipasi dalam organisasi formal
Subbab 4.5. Kepemimpinan: Dilema Antara Aktor Versus Organisasi
Subbab 4.6. Partisipasi dan Peran Pihak luar
Subbab 4.7. Mitos tentang Bantuan Uang
Subbab 4.8. Organisasi dan Social Capital
Subbab 4.9. Pengorganisasian sebagai Upaya Pemberdayaan
Subbab 4.10. Organisasi untuk Menjalankan Tindakan kolektif
Subab 4.11. Efektivitas Sanksi dalam Organisasi

Bab V PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KELEMBAGAAN BARU
Subbab 5.1. Konfigurasi dan Pilihan yang Dihadapi Petani dalam menjalankan Usaha Pertanian
Subab 5.2. Langkah-Langkah dan Prinsip Pembentukan dan Pengembangan Organisasi Petani
Subbab 5.3. Organisasi Hanyalah Alat, Bukan Tujuan
Subbab 5.4. Pengembangan Teori dan Praktek Lembaga dan Organisasi dalam Kerangka Ilmu Sosial

Daftar Pustaka
Lampiran